Minggu, 20 Oktober 2013

PENGARUH POLITIK TERHADAP BISNIS PERCETAKAN


Dalam berbisnis sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya terhadap organisasi. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan maupun kebijakan politik di suatu negara dapat menimbulkan dampak besar pada sektor keuangan dan perekonomian negara tersebut. Risiko politik umumnya berkaitan erat dengan pemerintahan serta situasi politik dan keamanan di suatu negara.

Setiap tindakan dalam organisasi bisnis adalah politik, kecuali organisasi charity atau sosial. Faktor-faktor tersebut menentukan kelancaran berlangsungnya suatu bisnis. Oleh karena itu, jika situasi politik mendukung, maka bisnis secara umum akan berjalan dengan lancar. Dari segi pasar saham, situasi politik yang kondusif akan membuat harga saham naik. Sebaliknya, jika situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian dalam bisnis.

Adanya poltik sangat berpengaruh atau berdampak pada bisnis percetakan .  didalam politik sangat erat kaitannya dengan kedudukan kekuasaan . banyak orang yang ingin meduduki suatu posisi di pemerintahan seperti anggota dewan DPR , DPRD , ketua atau wakil presiden , walikota , gubernur dan lain sebagainya . pada saat mencalonkan diri untuk menduduki suatu posisi di pemerintahan biasanya calon-calon tersebut melakukan kampanye .

Kampanye yang dilakukan tidak luput dari pengenalan jati diri dan visi misi calon kandidat . pengenalan tersebut biasanya di lakukan dengan menggunakan poster , spanduk dan sebagainya yang dipasang diberbagai penjuru tempat agar mudah diihat orang-orang . spanduk , poster , pamplet dan sebagainya tentu saja dapat menguntungkan perusahaan percetakan , karena calon kandidat memperkenal kan atau mempromosikan diri lewat media percetakan .

Sekarang-sekarang ini partai politik yang banyak tidak seperti dahulu membuka peluang para pengusaha bisnis percetakan mendapat pesanan percetakan untuk promosi parpol atau calon anggota dewan . pada zaman dahulu parpol belum begitu banyak jenisnya seperti sekarang , jadi bisa dibayangkan pendapatan untuk pengusaha percetakan tidak lah sebesar sekarang . dewasa ini hampir semua parpol atau calon anggota dewan mempromosikan diri menggunakan poster , spanduk dan lain sebagainya yangv tujuannya untuk mempermudah masyarakat dalam melihat visi misi dan calon nya dan sebagai bentuk pengenalan kepada masyarakat .

Menurut saya pengaruh politik terhadap bisnis percetakan sangatlah besar , spanduk poster dll digunakan untuk mempromosi kan diri . sementara percetakan menjadi wadah untuk membuat media yang bertujuan mempromosikan para kandidat/calon . bisa dibayangkan apabila pemilihan presiden/wakil atau gubernur serta walikota tidak membutuhkan pemilihan langsung dari masyarakat maka promosi pun tidak akan ada dan bisnis percetakan pun akan sepi . apabila parpol sedikit pun tidak akan menaikan pendapatan dalam bisnis percetakan , tidak seperti sekarang banyak parpol dan otomatis pendapatan perusahaan dalam bisnis percetakan pun meningkat .


Sabtu, 19 Oktober 2013

FENOMENA DEMAM K-POP DAN KEBUDAYAAN KOREA SELATAN DI INDONESIA



Assalamualaikum teman-teman sekalian , pada tulisan kali ini saya ingin membahas tentang fenomena demam kebudayaan negara sebrang kita yaitu korea selatan . saya ingin membahas tentang dampak baik buruk nya pengaruh kebudayaan korea selatan .
Teman teman semua pasti tau bahwa akhir akhir ini gaya korea sedang in di Indonesia . hampir banyak dari remaja di Indonesia menggemari dan mengikuti gaya remaja korea , dari mulai pakaian , tingkah laku , penampilan dan lain lain .
Tidak di pungkiri pesona dan daya tarik korea selatan sangat besar . dimulai dari kota dan negaranya yang modern , bersih namun tetap asri dan kental akan kebudayaan khas korea selatan . dari segi entertaiment juga sangat menarik masyarakat terutama remaja indonesia . wajah wanita dan prianya yang cantik dan tampan , membuat siapa saja suka melihatnya . kebudayaan lokal mereka yang unik yang masih dipertahanan sampai sekarang walaupun kehidpan dikorean sudah modern dari segi tekhnologi , transportasi dan lain sebagainya .
Pengaruh kebudayaan korea di indonesia sangat besar terutama pada saat munculnya fenomena k-pop yang di dominasi oleh boyband dan girlband serta serial drama korea yang hampir mewarnai semua stasiun tv akhir-akhir ini . dampaknya indonesia pun ikut membuat project untuk para artisnya dengan konsep ala-ala korea .
Tidak ada salahnya indonesia menyerap kebudayaan asing seperti korea namun segala sesuatunya harus lah disaring dengan sedemikian rupa agar tetap sesuai dengan norma-norma kebudayaan asli negara kita . mengambil semua yang baik dan membuang yang buruk yag tidak sesuai dengan kebudayaan indonesia . saya termasuk orang yang mengagumi negara korea selatan , kota yang bersih , penduduk yang ramah ,wajah penduduknya yang good looking .
Saya selalu berkhayal “kapan indonesia bisa seperti korea?” mempunyai kota yang bersih , transportasi umum yang nyaman , tempat-tempat umum yang terawat dengan baik dan aman .
Korea dahulu juga pernah mempunyai tempat yang kumuh seperti kita , banyak rumah di pinggiran kali dan tidak terawat tentunya mengganggu keindahan kota . namun pemerintah koreamenyulap tempat tersebut menjadi sungai kota yang sekarang menjadi tempat ditengah kota korea atau tepatnya di seoul yaitu sungai  Cheonggyecheo . sungai ini menjadi tempat rekreasi gratis para warga seoul ditengah kota . andai saja pemerintah kita bisa meniru aksi pemerintah seoul untuk membenahi tempat yang kumuh menjadi sesuatu yang bernilai lebih dan menjadi tempat yang nyaman bagi warganya ini menjadi salah satu dampak baik pengaruh kebudayaan korea di indonesia , menyerap / meniru program pemerintah korea untuk membenahi kota ,tetapi saya pikir sekarang sudah mulai ada perkembangan perbaikan tempat-tempat kumuh di kota jakarta seperti yang dilakukan gubernur D.K.I jakarta bapak jokowi .

Seoul mempunyai artis yang sangat menarik siapa saja yang melihat yang membuat orang terkagum-kagum , seperti saya contohnya . kecantikan dan ketampanan mereka memang tidak dapat di pungkiri namun ada segi negatif dari ini , banyak remaja korea(seoul) bukan hanya actris/actornya saja yang mempercantik diri agar lebih terlihat menarik namun remaja disana pun berlomba-lomba mempercantik diri mereka agar terlihat menarik . yang salah pada hal ini menurut saya pribadi adalah mereka melakukan oprasi plastik untuk mempercanti atau memperindah penampilan mereka . hmmm … sangat disayangkan , tentunya kebiasaan ini tidak bisa kita serap diindonesia karena masih sangat tabu sekali dikalangan masyarakat indonesia , namun di korea hal seperti ini menjadi lumrah dilakukan.
Dari segi hiburan banyak artis-artis indonesia yang meniru gaya artis-artis korea dari mulai pakaian penampilan sampai gaya bicara dan tingkah laku . tidak ada yang salah dengan ini namun alangkah lebih baiknya apabila kita tetap mempertahankan apa yang menjadi ciri khas bangsa kita agar bangsa lain pun bisa melihat indonesia secara asli tanpa melihat ada unsur lain .
Sekian tulisan yang saya buat, pada saat ini saya masih dalam tahap belajar masih awan menulis seperti ini , mudah mudahan tulisan saya bermanfaat untuk para pembaca . walai bagaimanapun kita harus tetap mencintai negara dan kebudayaan kita sendiri sebaik dan sebagus apapun negara lain .

Senin, 07 Oktober 2013

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN OLEH KONSUMEN

BAB 1
                   PENDAHULUAN
Kotler dan Keller (2007a:214) menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses psikologis dasar yang memainkan peranan penting dalam memahami bagaimana konsumen secara aktual mengambil keputusan pembelian. Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah model rangsangan-tanggapan. Pemasar bertugas untuk memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen antara datangnya rangsangan luar dan keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis penting--motivasi, persepsi, pembelajaran dan memori--secara fundamental turut mempengaruhi tanggapan konsumen terhadap berbagai rangsangan pemasaran.

BAB 2
       PEMBAHASAN
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXFvSe_DPOZxuMNrXCKH_PW1L7K8s8JS6whP6jzAsHIgbvYIc2cyLhyphenhyphenh8MvXGxQ2TmpoUgheUvovypUgy65zZRFMuYOUpvJPXRhvP3q0dYvk6r7YBPVFk-njovfEpwVtDIXj0rG5dPNlY/s1600/proses.bmp



PENGERTIAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENURUT PARA AHLI
Sheth dalam Ma’ruf (2005:14) menyatakan bahwa proses keputusan konsumen bukanlah berakhir dengan pembelian, namun berlanjut hingga pembelian tersebut menjadi pengalaman bagi konsumen dalam menggunakan produk yang dibeli tersebut. Pengalaman itu akan menjadi bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pembelian di masa depan.
Kotler (2005a:223) menunjukkan bahwa di antara tahap evaluasi alternatif dan keputusan pembelian terdapat minat membeli awal, yang mengukur kecenderungan pelanggan untuk melakukan suatu tindakan tertentu terhadap produk secara keseluruhan. Para ahli telah merumuskan proses pengambilan keputusan model lima tahap, meliputi:
1.      Pengenalan masalah. Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali masalah atau kebutuhan, yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan internal misalnya dorongan memenuhi rasa lapar, haus dan seks yang mencapai ambang batas tertentu. Sedangkan rangsangan eksternal misalnya seseorang melewati toko kue dan melihat roti yang segar dan hangat sehingga terangsang rasa laparnya.
2.      Pencarian informasi. Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Sumber informasi konsumen yaitu:
-          Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga dan kenalan.
-          Sumber komersial: iklan, wiraniaga, agen, kemasan dan penjualan.
-          Sumber publik: media massa dan organisasi penilai konsumen.
-          Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan dan menggunakan produk.
3.      Evaluasi alternatif. Konsumen memiliki sikap beragam dalam memandang atribut yang relevan dan penting menurut manfaat yang mereka cari. Kumpulan keyakinan atas merek tertentu membentuk citra merek, yang disaring melalui dampak persepsi selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif.
4.      Keputusan pembelian. Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Faktor sikap orang lain dan situasi yang tidak dapat diantisipasi yang dapat mengubah niat pembelian termasuk faktor-faktor penghambat pembelian. Dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: keputusan merek, keputusan pemasok, keputusan kuantitas, keputusan waktu dan keputusan metode pembayaran.
5.      Perilaku pasca pembelian. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian, yang tujuan utamanya adalah agar konsumen melakukan pembelian ulang.

1. MODEL-MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN
a.      Model Perilaku Pengambilan keputusan
·                    Model Ekonomi yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik dimana keputusan orang itu rasional, yaitu berusaha mendapatkan keuntungan marginal sama dengan biaya marginal atau untuk memperoleh keuntungan maksimum
·                    Model Manusia Administrasi Dikemukan oleh Herbert A. Simon dimana lebih berprinsip orang tidak menginginkan maksimalisasi tetapi cukup keuntungan yang memuaskan
·                    Model Manusia Mobicentrik Dikemukakan oleh Jennings, dimana perubahan merupakan nilai utama sehingga orang harus selalu bergerak bebas mengambil keputusan
·                    Model Manusia Organisasi Dikemukakan oleh W.F. Whyte, model ini lebih mengedepankan sifat setia dan penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan
·                    Model Pengusaha Baru Dikemukakan oleh Wright Mills menekankan pada sifat kompetitif
·                    Model Sosial Dikemukakan oleh Freud Veblen dimana menurutnya orang seringb tidak rasional dalam mengambil keputusan diliputi perasaan emosi dan situsai dibawah sadar.
b.      Model Preskriptif dan Deskriptif
Fisher mengemukakan bahwa pada hakekatnya ada 2 model pengambilan keputusan, yaitu:
·                    Model Preskriptif Pemberian resep perbaikan, model ini menerangkan bagaimana kelompok seharusnya mengambil keputusan.
·                    Model Deskriptif Model ini menerangkan bagaimana kelompok mengambil keputusan tertentu.
TIPE – TIPE PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:

1.Pengenalan masalah (problem recognition).
Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.

2.Pencarian informasi (information source).
Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal).

3.Mengevaluasi alternatif (alternative evaluation).
Setelah konsumen mendapat berbagai macam informasi, konsumen akan mengevaluasi alternatif yang ada untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

4.Keputusan pembelian (purchase decision).
Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian.Terkadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.

5.Evaluasi pasca pembelian (post-purchase evaluation)
merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut di masa depan.
Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen di masa depan

BAB 3
        KESIMPULAN
 simpulkan bahwa dalam mengambil keputusan,seorang konsumen harus melewati 5 tahap yang sudah dijelaskan diatas,hal itu bertujuan untuk mengtahui produk apa yang benar-benar menjadi kebutuhan kita sehingga tidak ada penyesalan saat kita telah membeli produk tersebut. Dan dalam proses pengambilan keputusan juga terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keputusan kita.


SEGMENTASI PASAR DAN ANALISIS DEMOGRAFI

BAB 1
                   PENDAHULUAN
Segmentasi pasar adalah sebuah metode bagaimana memandang pasar secara kreatif. Kita perlu secara kreatif mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang yang muncul di pasar
(Hermawan Kertajaya).
Segmentasi pasar sangatlah penting di dalam bisnis dan pemasaran. Walaupun kita tidak boleh mengiris-iris pasar terlalu kecil, segmentasi pasar tetaplah suatu hal yang harus dipelajari dalam membangun usaha. Pengertian segmentasi pasar sebagai suatu strategi perusahaan tidaklah semata dilakukan dengan cara membedakan produk atau bahkan menciptakan produk baru (product diversification), tetapi didasarkan atas atas perbedaan minat dan kebutuhan konsumen.
 Sebuah perusahaan yang berorientasi pada produksi biasanya menganggap pasarnya secara keseluruhan sebagai satu unit yang homogen dan single undifferentiated.menurut konsep ini (disebut keseluruhan pasar),manajemen akan mengembangkan satu produk dan satu program pemasaran yang direncanakan untuk konsumen sebanyak mungkin.keseluruhan pasar (market aggregation) member kesempatan pada perusahaan untuk memaksimumkan skala produksi,distribusi fisik,dan promosi yang ekonomis.perusahaan yang memproduksi dan memasarkan satu produk dapat melakukannya selama jangka waktu yang panjang denagn ongkos per-unit yang lebih rendah.ongkos persediaan dapat diminimumkan karena tidak menyediakan berbagai macam warna,corak dan ukuran.usaha penyimpanan dan pengangkutannya lebih efisien.selain itu,biaya periklanan perunitnya juga lebih rendah untuk satu macam produk dari pada beberapa macam yang dipromosikan.
          BAB 2
   PEMBAHASAN

DEFINISI SEGMENTASI PASAR MENURUT BEBERAPA AHLI
a. Swastha & Handoko (1997)
mengartikan segmentasi pasar sebagai kegiatan membagi–bagi pasar/market yang bersifat heterogen kedalam satuan–satuan pasar yang bersifat homogen.
b. Pride & Ferrel (1995)
mengatakan bahwa segmentasi pasar adalah suatu proses membagi pasar ke dalam segmen-segmen pelanggan potensial dengan kesamaan karakteristik yang menunjukkan adanya kesamaan perilaku pembeli dan sebagai suatu proses pembagian pasar keseluruhan menjadi kelompok–kelompok pasar yang terdiri dari orang–orang yang secara relatif memiliki kebutuhan produk yang serupa.
c. Swastha & Handoko (1987)
yang merumuskan segmentasi pasar adalah suatu tindakan membagi pasar menjadi segmen–segmen pasar tertentu yang dijadikan sasaran penjualan yang akan dicapai dengan marketing mix.


A. SEGMENTASI PASAR
Segmentasi pasar merupakan pembagian suatu pasar yang heterogen kedalam satuan-satuan pembeli yang homogen, dimana kepada setiap satuan pembeli yang homogen tersebut dijadikan sasaran pasar yang dicapai dengan marketing mix tersendiri. Dengan demikian yang semula pasarnya satu dan luas,kemudian dibagi-bagi atau disegmentasi oleh pemasar menjadi beberapa bagian pasar yang sifatnya homogen. Homogenitas pasar tersebut dicari dan ditentukan sendiri oleh pihak pemasar.

Demografi
Dalam segmentasi demografi, pasar dibagi menjadi grup-grup dengan dasar pembagian seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendekatan, tingkat pendidikan, dan agama. Setidaknya ada lima alasan mengapa pendekatan demografi ini hampir selalu disertakan, antara lain adalah informasi demografi adalah informasi yang mudah dijangkau dan relatif lebih murah untuk mengidentifikasikan target market, informasi demografi memberikan insight tentang trend yang sedang terjadi, meski tidak dapat untuk meramalkan perilaku konsumen, demografi dapat dilihat untuk melihat perubahan permintaan aneka produk dan yang terakhir demografi dapat digunakan untuk mengevaluasi kampanye-kampanye pemasaran.
Psikografi
Ciri-ciri psikologis berkenaan dengan inner atau kualitas intrinsic dari consumer individual. Strategi segmentasi konsumen kadang-kadang didasarkan pada variabel psikologis yang spesifik.
Konsumen dapat dibagi menurut demografi tetapi seringkali ini tidaklah cukup. Perusahaan ingin tahu lebih jauh apa sebenarnya yang membuat orang-orang yang memiliki usia, penghasilan, pendapatan dan pendidikan yang sama berbeda dalam merespon suatu stimuli pemasaran. Dalam segmentasi psikografis, perilaku konsumen diobservasi melalui kelas sosial (social class), gaya hidup (lifestyle), nilai-nilai kehidupan yang dianut (value) dan kepribadian (personality).

Sosiocultural
Variabel sosiologis (kelompok) dan antropologis (budaya) merupakan variabel sosiokultural, meyediakan dasar lebih lanjut untuk segmentasi pasar. Untuk segmen pasar yang sukses dibagi lagi dalam segmen sesuai dengan tahap pada :
a. Daur hidup keluarga
b. Kelas sosial
c. Budaya dan sub budaya dan
d. Lintas budaya atau segmentasi pemasaran global

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPILAN
Definisi segmentasi pasar yang paling sering diucapkan para ahli adalah: “Suatu proses untuk membagi-bagi atau mengelompokkan konsumen ke dalam kotak-kotak yang lebih homogen.”
Karena pasar sifatnya sangat heterogen, maka akan sulit bagi produsen untuk melayaninya. Oleh karenanya pemasar harus memilih segmen-segmen tertentu saja dan meninggalkan bagian pasar lainnya.
Segmentasi pasar merupakan pembagian suatu pasar yang heterogen kedalam satuan-satuan pembeli yang homogen, dimana kepada setiap satuan pembeli yang homogen tersebut dijadikan sasaran pasar yang dicapai dengan marketing mix tersendiri. Dengan demikian yang semula pasarnya satu dan luas,kemudian dibagi-bagi atau disegmentasi oleh pemasar menjadi beberapa bagian pasar yang sifatnya homogen. Homogenitas pasar tersebut dicari dan ditentukan sendiri oleh pihak pemasar.



Rabu, 31 Juli 2013

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL 3

Otonomi Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (“Eenheidstaat”), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan dan
Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonomi dan penyerahan/pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan beberapa dasar pertimbangan
Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif;
Dati II adalah daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan
Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju


Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonomi, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:

Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya
Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah dan
Tugas Pembantuan (medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Dalam kaitannya dengan Kepala Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya), dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri, untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggung jawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar Pengadilan.

Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (hak anggaran mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota, meminta keterangan, mengadakan perubahan, mengajukan pernyataan pendapat, prakarsa, dan penyelidikan), dan kewajiban seperti :

a)      mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945
b)      menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c)       bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah dan
d)      memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di atas, meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah pusat.

Pelaksanaan Otonomi Daerah setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu :
melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah pembentukan negara federal atau membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang sebelumnya antara lain :

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
                   Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan keanekaragaman daerah.
Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
Sistem otonomi yang dianut dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang- bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
             Daerah otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi, tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
                 Wilayah Propinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai, sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut propinsi.
Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
             Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan dengan undang-undang.
Setiap daerah hanya dapat memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
           Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
Pengelolaan kawasan perkotaan di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah, Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah, seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep dihapus.
Kepala Daerah sepenuhnya bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat diterima oleh DPRD.

POLSTRANAS

PENGERTIAN POLSTRANAS

Politik Nasional     : Asas, haluan, usaha, serta kebijaksanaan negara tentang   pembinaan serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional.
Strategi Nasional : Cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan politik.
Dasar Penyusunan Poltranas : Pancasila, UUD 1945, Wasantara, Ketahanan Nasional.

PENYUSUNAN POLTRANAS

Sejak 1985, telah berkembang pendapat :
Suprastruktur Politik :  MPR, DPR, Presiden, DPP, BPK, MA.
Infrastruktur Politik : Partai Politik, Organisasi Kemasyarakatan, Media Massa, Kelompok Kepentingan, dan Kelompok Penekan.
Antara Suprastruktur Politik dan Infrastruktur politik harus dapat bekerjasama dan memiliki kekuatan yang seimbang.

             Mekanisme penyusunan Polstranas diatur oleh Presiden, dibantu lembaga-lembaga tinggi negara serta dewan-dewan yang merupakan lembaga koordinasi : Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, WANHANKAMNAS, Dewan Tenaga Atom, Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, Dewan Maritim, Dewan Otonomi Daerah, Dewan Stabilitas POLKAM.
            Proses penyusunan Polstranas dilakukan setelah Presiden menerima GBHN. Presiden membentuk kabinet dan programnya. Program kabinet merupakan dokumen resmi politik nasional, sedangkan strategi nasionalnya dilaksanakan oleh menteri dan lembaga-lembaga pemerintah non departemen.
Melalui pranata-pranata politik masyarakat berpartisipasi dalam kehidupan Polnas. Pandangan masyarakat terhadap kehidupan nasional akan selalu berkembang dikarenakan:
kesadaran bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara
terbukanya akal dan pikiran untuk memperjuangkan haknya
semakin meningkatnya kemampuan untuk menentukan pilihan dalam pemenuhan dalam kebutuhan hidup
meningkatnya persoalan seiring dengan tingkat pendidikan dan kemajuan IPTEK
semakin kritis dan terbukanya masyarakat terhadap ide baru

STRATIFIKASI POLNAS

1. Kebijakan Puncak

2. Kebijakan Umum
Kebijakan tertinggi yang lingkupnya nasional dan masalah-masalah makro politik nasional untuk merumuskan idaman nasional (national goal). Kebijakan puncak nasional ini dilakukan oleh MPR dan GBHN.
Menyangkut kekuasaan kepala negara diatur pasal 10 sampai 15 UUD 1945 dan bentuk hukumnya adalah dekrit, peraturan/piagam kepala negara.
Menyangkut masalah-masalah makro strategis dan bentuknya :
a. UU dan Perpu
b. Peraturan Pemerintah
c. Kepres/Inpres
d. Maklumat Presiden

3. Kebijakan Khusus
Penjabaran kebijakan umum untuk merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam kebijakan umum.
Wewenang kebijakan khusus terletak pada menteri dan bentuknya: Permen, Kepmen, Inmen, dan SE Menteri.

4. Kebijakan Teknis
Penjabaran suatu sektor (bidang) dari bidang utama dalam bentuk prosedur dan teknis untuk mengimplementasikan rencana, program dan kegiatan. Wewenang kebijakan itu ditangan pimpinan eselon pertama departemen dan lembaga-lembaga non departemen.
5. Kekuasaan membuat aturan di daerah
a. Penentuan kebijakan mengenai pelaksanaan pemerintah pusat di daerah dipegang oleh Gubernur, Bupati/Walikota. Bentuknya putusan atau Intruksi.
b. Penentuan kebijakan pemerintah daerah (otonom) dipegang oleh kepala daerah tingkat I/II bentuknya Perda I/II.

Jabatan Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala Daerah tingkat I/II disatukan dalam satu jabatan sehingga penyebutannya :
Gubernur/Kepala Daerah tingkat I
Bupati/Kepala Daerah tingkat II
Walikota/Kepala Daerah tingkat II
Polstranas dalam aturan ketatanegaraan dituangkan dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh MPR, selanjutnya pelaksanaannya dilaksanakan oleh Presiden/ Mandataris MPR.
Tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa dan dalam pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga seluruh rakyat. Keikutsertaan setiap warga negara dalam pembangunan nasional dapat dilakukan dengan berbagai cara dan mengikuti wajib belajar, membayar pajak, melestarikan lingkungan hidup, mentaati peraturan yang berlaku, menjaga ketertiban dan keamanan, dsb.

Implementasi Politik dan Strategi Nasional
a. bidang hukum.
b. bidang ekonomi.
c. bidang politik , di bagi menjadi 5 yaitu :
1. Politik luar negeri
2. Penyelenggara negara
3. Komunikasi, informasi, dan media massa
4. Agama
5. Pendidikan
- Kedudukan dan Peranan Perempuan.
- Pemuda dan Olahraga
- Pembangunan Daerah.
- Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
d. bidang pertahanan dan keamanan.


 Keberhasilan Poltranas

Penyelenggaraan pemerintah/Negara dan setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki :
  • Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Semangat kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan nasional.
  • Percaya diri pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa, sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
  • Kesadaran, patuh dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum.

                  Pengendalian diri sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan antara berbagai kepentingan.
Mental, jiwa, tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
IPTEK, dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing. Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan tetap utuh dan tegapnya NKRI.

 Sumber :

http://alfisatrianti.wordpress.com/2013/06/11/politik-dan-strategi-nasional-otonomi-daerah-implementasi-polstranas-dan-keberhasilan-polstranas/


POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL 2

C. Penyusunan Politik dan Strategi Nasional

           Politik strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraan menurut UUD 1945. Sejak tahun 1985 berkembang pendapat yang mengatakan bahwa pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan suprastruktur politik, lembaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, BPK, dan MA. Sedangkan badan-badan yang berada didalam masyarakat disebut sebagai infrastruktur politik yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.

              Mekanisme penyusunan politik strategi nasional ditingkat suprastruktur politik diatur oleh Presiden, dalam hal ini Presiden bukan lagi sebagai mandataris MPR sejak pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat pada tahun 2004. Karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat maka dalam menjalankan pemerintahan berpegang pada visi dan misi Presiden yang disampaikan pada waktu sidang MPR setelah pelantikan dan pengambilan sumpah dan janji Presiden/Wakil Presiden. Visi dan misi inilah yang dijadikan politik dan strategi dalam menjalankan pemerintahan dan melaksanakan pembangumnan selama lima tahun. Sebelumnya Politik dan strategi nasional mengacu kepada GBHN yang dibuat dan ditetapkan oleh MPR. Proses penyusunan politik strategi nasional pada infrastruktur politik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia. Sesuai dengan kebijakan politik nasional, penyelenggara negara harus mengambil langkah-langkah pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan sasaran masing-masing sektor/bidang. Dalam era reformasi saat ini masyarakat memiliki peran yang sangat besar dalam mengawasi jalannya politik strategi nasional yang dibuat dan dilaksanakan oleh Presiden.   

D.politik pembangunan nasional dan manajemen nasional

              Politik merupakan cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan politik bangsa Indonesia telah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan politik bangsa Indonesia harus dapat dirasakan oleh rakyat Indonesia, untuk itu pembangunan di segala bidang perlu dilakukan. Dengan demikian pembangunan nasional harus berpedoman pada Pembukaan UUD 1945 alania ke-4. Politik dan Strategi Nasional dalam aturan ketatanegaraan selama ini dituangkan dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh MPR. Hal ini berlaku sebelum adanya penyelenggaraan pemilihan umum Presiden secara langsung pada tahun 2004. Setelah pemilu 2004 Presiden menetapkan visi dan misi yang dijadikan rencana pembangunan jangka menengah yang digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan pemerintahan dan membangun bangsa.

1.     Makna pembangunan nasional

            Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Tujuan pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Dan pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.

         Pembangunan nasional mencakup hal-hal yang bersifat lahiriah maupun batiniah yang selaras, serasi dan seimbang. Itulah sebabnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang seutuhnya, yakni sejahtera lahir dan batin.

2.     Manajemen nasional

            Manajemen nasional pada dasarnya merupakan suatu sistem sehingga lebih tepat jika kita menggunakan istilah sistem manajemen nasional. Layaknya sebuah sistem, pembahasannya bersifat komprehensif, strategis dan integral. Orientasinya adalah pada penemuan dan pengenalan (identifikasi) faktor-faktor strategis secara menyeluruh dan terpadu. Dengan demikian sistem manajemen nasional dapat menjadi kerangka dasar, landasan, pedoman dan sarana bagi perkembangan proses pembelajaran maupun penyempurnaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum maupun pembangunan.

            Pada dasarnya sistem manajemen nasional merupakan perpaduan antara tata nilai, struktur dan proses untuk mencapai daya guna dan hasil guna sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana dan sumber daya nasional demi mencapai tujuan nasional. Proses penyelenggaraan yang serasi dan terpadu meliputi siklus kegiatan perumusan kebijaksanaan (policy formulation), pelaksanaan kebijaksanaan, dan penilaian hasil kebijaksanaan terhadap berbagai kebijaksanaan nasional. Disini secara sederhana dapat dikatakan bahwa sebuah sistem sekurang-kurangnya harus dapat menjelaskan unsur, struktur, proses, fungsi serta lingkungan yang mempengaruhinya.



POLITIK DAN TRATEGI NASIONAL 1


A.      Pengertian politik dan strategi nasional

                Politik adalah pembentukan keukuasaan dalam masyarakat dalam membuat suatu keputusan untuk negara. Politik juga diartikan sebagai seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional dan nonkonstitusional. Kata politik berasal dari bahasa Belanda “politiek” dan bahasa ingggris “politics” yang bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά .

Pengertian politik menurut beberapa ahli :

1. Menurut Andrew Heywood
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang memiliki tujuan untuk mempertahankan dan menjalankan peraturan yang ada untuk patokan hidupnya.

2. Menurut Carl Schmdit
Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan-keputusan dari lembaga-lembaga abstrak

3. Berdasarkan teori klasik Aristoteles politik adalah usaha yang ditempuh warga untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Adapun lembaga-lembaga politik yang berati seperangkat norma yang melaksanakan dan memiliki kekuasaan atau wewenang dalam suatu bidang yang khusus. Lembaga politik meliputi eksekutif , legislatif dan yudiktif, keamanan dan pertahanan nasional serta partai politik. Setiap lembaga memiliki ketua untuk mengatur lembaganya masing-masing.

 Berikut ini proses pembentukan lembaga politik :
Mengadakan kegiatan yang dapat mewakili aspirasi masyarakat
Pembentukan tentara nasional dari suatu negara merdeka dengan pasrtisipasi dari berbagai golongan yang mewakili masyarakat
Fungsi lembaga politik adalah :
  • Menjaga keamanan dan katahanan masyarakat
  • Melaksanakan kesejahteraan umum

Sebagai jembatan penyampaian aspirasi dari masyarakat ke pemilik kebijakan Negara

Strategi nasional
            Strategi nasional adalah perencanaan dan memutuskan sesuatu untuk kepentingan negara. Kata strategi sendiri berasal dari bahasa Yunani stratēgos.Politik dan strategi pertahanan nasional harus berjalan selaras. Strategi nasioanal dirancang untuk menjawab kepentingan nasional negara tersebut. Setiap strategi di masing-maisng negara berbeda karena kebijakan dan kebutuhan masyarakat disetiap negar berbeda-beda satu sama lainnya. Sebagai salah satu negara berdaulat dan bermartabat, tentunya Indonesia harus memiliki strategi besar yang dapat menjamin tercapainya segala kepentingan nasional guna mewujudkan tujuan nasional menciptakan masyarakat adil dan makmur.
            Penyusunan politik dan strategi nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam sistem manajemen nasional yang berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
Dikutip dari Letkol Laut (P) Erwin S. Aldedharma, Komandan KRI Nala Khusus di bidang pertahanan negara, terkesan saat ini belum adanya keseragaman pola sikap dan pola tindak dalam lingkup Departemen Pertahanan, termasuk di jajaran TNI. Walaupun Undang-undang Pertahanan menyatakan bahwa strategi pertahanan negara disusun berdasarkan kondisi geografis bangsa, namun implementasi di lapangan masih sepertinya mengedepankan strategi pertahanan semesta, di mana dalam menghadapi kekuatan lawan, militer Indonesia masih berorientasi pada taktik perang gerilya. Artinya, musuh akan ditunggu hingga masuk dan menginjakkan kaki ke wilayah daratan Indonesia, yang mana berarti pula bahwa rakyat akan ikut terlibat dalam perang. Bukan berarti bahwa strategi pertahanan semesta merupakan sesuatu yang keliru, karena sejarah membuktikan bahwa dengan strategi tersebut bangsa ini berhasil merebut dan mempertahankan kemerdekaannya melawan penjajah. Namun dengan perkembangan situasi politik, hukum dan teknologi era sekarang, strategi itu hendaknya tidak ditempatkan sebagai strategi utama, karena hukum internasional melarang keterlibatan rakyat (non kombatan) dalam perang. Sebaliknya, Indonesia harus mampu mencegah musuh masuk ke wilayahnya, sehingga mewajibkan kita mempunyai militer yang memiliki daya pukul dan daya hancur cukup besar serta dapat dikerahkan hingga jauh ke batas terluar yurisdiksi nasional. Bertolak dari pemikiran demikian dan dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia, sudah sewajarnya bila fokus pembangunan kekuatan militer terletak pada Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Sudah jelas sekali bahwa peran pelaku-pelaku politik sangat mempengaruhi strategi negara dalam mempertahankan keamanan dan kesejahteraan masyarakat di dalam negara Indonesia.

B. Dasar pemikiran penyusunan politik dan  strategi nasional

            Dasar pemikiran penyusunan politik dan strategi nasional yang terkandung dalam sistem manajemen  nasional, berlandaskan ideologi Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional. Politik dan strategi nasional yang telah berlangsung selama ini disusun berdasarkan sistem kenegaraaan menurut UUD 1945. sejak tahun 1985 telah berkembang pendapat yang mengatakan bahwa jajaran pemerintah dan lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan “suprastruktur politik”. Lebaga-lembaga tersebut adalah MPR, DPR, Presiden, DPA, BPK, MA. Sedangkan badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut sebagai “infrastruktur politik”, yang mencakup pranata politik yang ada dalam masyarakat, seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan kelompok penekan (pressure group). Suprastruktur dan infrastruktur politik harus dapat bekerja sama dan memiliki kekuatan yang seimbang.
             Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politik diatur oleh presiden/mandataris MPR. Sedangkan proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprastruktur politk dilakukan setelah presiden menerima GBHN. Strategi nasional dilaksanakan oleh para menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan petunjuk presiden, yang dilaksanakan oleh presiden sesungguhnya merupakan politik dan strategi nasional yang bersifat pelaksanaan.
Indonesia menuangkan politik nasionalnya dalam bentuk GBHN karena GBHN yang merupakan kepanjangan dari Garis-garis Besar Haluan Negara adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu di tetapkan oleh MPR untuk lima tahun guna mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Agar perencanaan pelaksanaan politik dan strategi dapat berjalan dengan baik maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran-pemikiran strategis yang akan digunakan.
              Pemikiran strategis adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengantisipasi perkembangan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi bahkan mengganggu pelaksanaan strategi nasional, umumnya dilakukan telaah strategi atau suatu kajian terhadap pelaksanaan strategi yang akan dilaksanakan dengan selalu memperhatikan berbagai kecenderungan. Juga dilakukan Perkiraan Strategi yaitu suatu analisis terhadap berbagai kemungkinan perkembangan keadaan dan lingkungan, pengembangan sasaran alternatif, cara bertindak yang ditempuh, analisis kemampuan yang dimiliki dan pengaruhnya, serta batas waktu berlakunya penilaian terhadap pelaksanaan strategi. 
Wawasan strategi harus mengacu pada tiga hal penting, di antaranya adalah:
a. Melihat jauh ke depan;  pencapaian kondisi yang lebih baik di masa mendatang. Itulah alasan mengapa kita harus mampu mendahului dan mengestimasi permasalahan yang akan timbul, mampu membuat desain yang tepat, dan menggunakan teknologi masa depan.
b. Terpadu komprehensif integral; strategi dijadikan kajian dari konsep yang mencakup permasalahan yang memerlukan pemecahan secara utuh menyeluruh.
c. Memperhatikan dimensi ruang dan waktu; pendekatan ruang dilakukan karena strategi akan berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya dimana strategi dan manajemen tersebut di operasionalkan, sedangkan pendekatan waktu sangat fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang berkembang sehingga strategi tersebut dapat bersifat temporer dan kontemporer.


Sumber : http://annisaapangestu.blogspot.com/2013/04/pengertian-politik-dan-strategi-nasional.html