Jika kita tau siapa diri
kita,darimana berasal,untuk apa hidup didunia,setelah itu mau kemana lagi
melangkah/melanjutkan hidup,rasanya jika tiap diri ini sadar akan semua hal itu
tak akan banyak kita temui keluh kesah dalam menjalani kehidupan ini.
Kehidupan ini sendiri adalah
pemberian dari Sang Maha Pemberi. Saat kita dilahirkan ke dunia ini, kita pun
mendapat pemberian kasih sayang dari orang tua. Bayangkan jika kita lahir tanpa
ada orang yang memberi kasih sayang itu, niscaya kita tak kan ada sampai saat
ini. Semua hal yang kita manfaatkan dalam hidup ini adalah pemberian(taken for
granted). Apa yang diberikan itu tanpa pamrih. Tanpa mengharap balasan.
Saat ini kita telah dewasa, atau lebih dari kata dewasa itu sendiri. Sudah saatnya untuk tidak hanya menerima, tapi memberi. Memberi apa yang kita punya dan kita sanggup untuk memberikannya. Tidak perlu muluk-muluk, hal-hal yang sederhana saja. Memberikan senyuman ke orang yang berpapasan dengan kita, memberikan kasih sayang dan perhatian ke orang tua kita. Membuatkan minuman mungkin, memberikan salam saat pergi ataupun pulang, atau juga memberikan ciuman di tangan beliau.
Saat ini kita telah dewasa, atau lebih dari kata dewasa itu sendiri. Sudah saatnya untuk tidak hanya menerima, tapi memberi. Memberi apa yang kita punya dan kita sanggup untuk memberikannya. Tidak perlu muluk-muluk, hal-hal yang sederhana saja. Memberikan senyuman ke orang yang berpapasan dengan kita, memberikan kasih sayang dan perhatian ke orang tua kita. Membuatkan minuman mungkin, memberikan salam saat pergi ataupun pulang, atau juga memberikan ciuman di tangan beliau.
Adanya kehidupan kita saat
ini tidaklah secara tiba-tiba, dan tidaklah dengan sendirinya tanpa ada tanpa
campur tangan orang lain. Orang-orang disekeliling kita sangat berperan akan
keberadaan kita. Tapi mengapa banyak yang tidak menyadarinya? Oleh karenanya,
saatnya untuk memberi.
Banyak hal yang ingin kita
capai,seperti pekerjaan,cita-cita,jodoh kita dan lain sebagainya,sebelum kita
dapatkan harus ada perjuangan, yakni tenaga ,pikiran dan waktu. Ada pepatah
berilah, maka kau akan menerima lebih. Hal ini bukan berarti apa yang dilakukan
adalah berpamrih, mengharapkan imbalan. Memberi merupakan tolak ukur kesadaran
dan keikhlasan. Jika memberi dengan diiringi keinginan untuk suatu balasan, dan
penerima pun mengabulkannya, maka itu bukanlah pemberian yang utuh. Namun
sebuah negosiasi. Negosiasi berkutat antara untung dan rugi. Bukan lagi
mendasarkan pada hati nurani.
Setiap pemberian pasti ada
balasannya, akan dilipat gandakan. Jika anda tidak percaya, cobalah dan
lakukanlah. Lihat dan hitunglah dengan objektif. Balasan itu tidak hanya berupa
nominal angka mata uang, tidak juga barang, namun juga bisa berupa hadirnya
kesempatan, terjaganya kesehatan, bertambahnya ilmu pengetahuan dan masih
banyak lagi manfaat yang didapatkan. Belum lagi bertambahnya pahala.
Jika tiap orang sadar dan
faham arti memberi ini,mungkin tidak akan kita temukan istilah pelit, sengsara
atau miskin. tiap orang yang sadar hidupnya adalah pemberian akan memberikan
lagi kepada orang lain baik itu moril atau materil. Kembali kepadanya dalam
bentuk lain, sehingga seperti sebuah siklus..
Motivasi merupakan vektor, mengandung bobot dan arah. Lebih lanjut motivasi selalu dihubungkan engan tujuan. Jadi motivasi belajar,
Motivasi merupakan vektor, mengandung bobot dan arah. Lebih lanjut motivasi selalu dihubungkan engan tujuan. Jadi motivasi belajar,
tentunya perlengkapan
psikologik yang membangkitkan seseorang untuk belajar agar mencapai tujuan.
Dengan perkataan lain, apabila kita tidak jelas dengan tujuan yang
hendak kita capai, maka sulit untuk menemukan motivasi belajar.
hendak kita capai, maka sulit untuk menemukan motivasi belajar.
Pada hakekatnya belajar adalah panggilan hidup. Jadi bagi
orang beriman, setidaknya sudah jelas satu tujuan mempertanggungjawabkan
kehidupan di hadapan Yang Maha Kuasa. Hal itu berarti,sebisanya kita perlu
belajar menjadi orang sebagaimana kita dimaksudkan Sang Pencipta.
Demikian pula kondisi otak kita bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kuantitas dankulitas asupan. Semakin banyak kita belajar, semakin berkembang fungsi otak kita, semakin
lebih termotivasi lagi untuk mencari tahu- belajar. Jadi bisa kita simpulkan bahwa sudah hakikinya manusia memiliki motivasi belajar.
Demikian pula kondisi otak kita bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kuantitas dankulitas asupan. Semakin banyak kita belajar, semakin berkembang fungsi otak kita, semakin
lebih termotivasi lagi untuk mencari tahu- belajar. Jadi bisa kita simpulkan bahwa sudah hakikinya manusia memiliki motivasi belajar.
Apabila pada sejumlah orang tidak nampak termotivasi,
berarti mereka sudah belajar lewat satu dan lain kondisi, menjadi orang yang
tidak termotivasi untuk belajar ., atau mereka tidak memiliki kejelasan tentang
tujuan hidupnya. Andaikan mereka berupaya memperjelas tujuan hidupnya, dan
menghapus hasil belajar (’de-learning’) yang keliru, maka motivasinya akan
nampak.
Meskipun tiap orang memiliki motivasi belajar, ada orang yang termotivasi dari dalam dirinya – ’ intrinsic’ , ada juga yang termotivasi dari luar – ’extrinsic’ . Mereka yang motivasi belajarnya bersifat intrinsik biasanya berorientasi ’inner locus of control’ . Mereka secara teratur mempertanyakan ke dirinya : ”Apa yang sudah saya pelajari ? Apa yang bisa saya laku kan untuk menambah dan memperbaikinya, mengembangkannya? Apakah saya sudah cukup berupaya?, masih bisa ditingkatkankah upaya saya ? dst. Yang pada hekekatnya, melakukan monitoring diri
Meskipun tiap orang memiliki motivasi belajar, ada orang yang termotivasi dari dalam dirinya – ’ intrinsic’ , ada juga yang termotivasi dari luar – ’extrinsic’ . Mereka yang motivasi belajarnya bersifat intrinsik biasanya berorientasi ’inner locus of control’ . Mereka secara teratur mempertanyakan ke dirinya : ”Apa yang sudah saya pelajari ? Apa yang bisa saya laku kan untuk menambah dan memperbaikinya, mengembangkannya? Apakah saya sudah cukup berupaya?, masih bisa ditingkatkankah upaya saya ? dst. Yang pada hekekatnya, melakukan monitoring diri
Bersikap Mawas diri
Otak menyimpan semua hasil
rekaman pengetahuan dan penghayatan kita dalam memory-nya. Apabila karena satu
dan lain hal kita sempat keliru belajar menjadi ’tidak mampu, tidak berdaya,
tidak bias belajar’, maka langkah yang perlu dilakukan adalah merombak hasil
belajar tersebut
Salah satu sikap mawas yang perlu dijaga adalah mawas akan kosakata yang Anda ungkapkan baik ke diri maupun ke luar. Kosa-kata yang Anda pakai mencerminkan siapa Anda tetapi juga membentuk diri Anda.
Salah satu sikap mawas yang perlu dijaga adalah mawas akan kosakata yang Anda ungkapkan baik ke diri maupun ke luar. Kosa-kata yang Anda pakai mencerminkan siapa Anda tetapi juga membentuk diri Anda.
Mawas diri menurut kamus
Beasar Bahasa indonesia, edisi kedua, balai pustaka 1993, ialah melihat
memeriksa dan mengoreksi) diri sendiri secara jujur,instropeksi, kita harus
mawas diri agar kita janagan membuat kesalahan yang sama.
Mawas diri menurut Marbangun Hardjowirogo ialah meninjau
ke dalam, hati nurani kita guna mengetahui benar tidaknya suatu tindakan.
Secara teknis psikiologis usaha tersebut dapat dinamakan juga
instropeksi yang pada dasarnya ialah pencarian tanggung jawab ke hati nurani
mengenai suatu perbuatan. orang jawa sering berbicara tentang mawas diri dan
berusaha pula untuk mempraktikkannya guna mendapatkan jawaban atas persoalan
yang di hadapinya yakni apakah suatu perbuatan yang di lakukannya, suatu
tindakan yang di ambilnya secara moral dapat di benarkan dan dapat di
pertanggungjawabkan, adapun jawaban yang di cari adalah menelaah hati nurani.
SUMBER :
http://jariqas.wordpress.com/2011/01/06/tugas-softskill-perilaku-konsumen-sikap-motivasi-dan-mawas-diri/
http://melihatduniamona.blogspot.com/2013_11_01_archive.html
http://melihatduniamona.blogspot.com/2013_11_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar