Minggu, 30 November 2014

Pelanggaran koorporasi yang dilakukan PT. FREEPORT INDONESIA terhada bangsa Indonesia


PT. Freeport sudah berada di Indonesia sejak tahun 1967 itu artinya sudah 47 tahun PT. Freeport mengeruk banyak keuntungan dari Negara kita. Keberadaan Freeport sejak kontrak ke-satu ilegal dalam transparansi dan ketetapan pajak bagi negara. Hasil Freeport baru diketahui secara resmi dan diatur dalam Undang-undang negara Indonesia sejak kontrak karya ke-2. Kontrak karya pertama Freeport tahun 1967 sesungguhnya fiktif.
Apabila ditelaah Indonesia lebih banyak mengalami kerugian dari kerjasama ini Indonesia hanya mendapat keuntungan 2% dari kejasama tersebut. Indonesia sudah rugi sejak Freeport masuk. Sekarang pun tetap rugi karena konstitusi Negara mendukung emas dibawa ke Amerika dan negara Lainya di dunia. Pemerintah sibuk dengan kasus-kasus keamanan perusahaan di Papua, sedangkan ekonomi bangsa terabaikan.
47 tahun sudah PT. Freeport bekerjasama dengan Indonesia sudah data dipastikan banyak sekali keuntungan yang mereka dapat. Seperti yang kita tau insonesia merupakan penghasil emas terbanyak di dunia tidak heran apabila PT.Freeport  “betah” menggarap lahan pertambangan ditanah papua. Namun, selama 47 tahun pula secara tidak disadari Indonesia mengalami kerugian yang amat sangat besar. Sewa lahan sebesar 2% sangat tidak sebanding dengan apa yang PT. Freeport dapatkan dari tanah papua tersebut.
Selain masalah pembagian hasil dan sewa yang tidak adil PT. Freeport secara moril melanggar  UU yang merugikan banyak masyarakat Indonesia , Freeport enggan untuk patuh kepada UU yang berlaku, yaitu UU no. 4 tahun 2009 tentang Minerba. Dari sini terlihat bahwa kasus Freeport ini tidak hanya merugikan negara triliunan rupiah akan tetapi juga menginjak-injak kedaulatan Republik ini dengan tidak mau patuh terhadap UU yang berlaku. Menurut seorang pengamat Hankam, Bapak Soeripto, Konflik yang mendasasari kasus Freeport ini adalah Kontrak Karya (KK) yang telah melecehkan Indonesia.
Salah seorang pengamat Hankam yang sudah senior, Bapak Soeripto, menyatakan bahwa PT Freeport telah memberikan sejumlah dana kepada aparat keamanan TNI/POLRI dalam rangka menjaga keamanan Freeport di atas tanah Papua. Hal ini jelas menentang UU karena menurut UU pembiayaan aparat keamanan untuk perlidungan objek vital nasional harus bersumber dari APBN bukan dari perusahaan asing. Akibatnya banyak putra daerah Papua yang merasa asing di rumah mereka sendiri. Dari sini terkesan bahwa aparat keamanan justru lebih membela kepentingan asing dari pada kepentingan bangsanya sendiri. Padahal mereka  harusnya menindak Freeport yang notabene telah merusak lingkungan dengan membuat lubang tambang di Grasberg dengan diameter lubang 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman mencapai 800 m2 . Dampak lingkungan yang Freeport berikan sangat signifikan, yaitu rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Ersbeg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km2 di daerah aliran sungai Ajkwa.
Belum lagi pada 21 Februari 2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam Freeport. Akibat pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg.
Negara (Pemerintah) dalam kasus PT. Freeport yang sudah terjadi, belum ada niat baik untuk menyambut tuntutan rakyat Papua, terutama soal Freeport. Sikap rakyat Papua meminta penyelesaian Freeport, selalu saja di jawab dengan bedil senjata, konflik perang suku, mobilisasi aparat militer di areal Freeport bahkan membanjirnya dana-dana taktis Negara lebih pada pengutamaan pengamanan asset perusahaan ketimbang Negara memberi ruang kedaulatan kepada warga Negara sendiri.
Pada 23 maret 2006 Kementerian Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemari air laut dan biota laut.(tapi tak di tanggapi serius oleh pemerintah dan DPR )
Pada tanggal 17 april 2006, SBY Tak Akan Tutup Freeport. Presiden Susilo Bambang Yudoyono berjanji akan menangani tuduhan pencemaran lingkungan oleh PT Freeport Indonesia di Papua. Namun katanya, pemerintah tidak mungkin melakukan penutupan perusahaan pertambangan itu sebagaimana dituntut oleh sebagian kalangan. SBY mengatakan, jika Freeport terbukti mencemari lingkungan, harus dilakukan tindakan hukum. Namun jika dilakukan penutupan sepihak terhadap Freeport, maka Indonesia akan digugat secara hukum, akan diharuskan membayar ganti rugi milyaran dolar. Ia juga mengatakan, tindaan radikal semacam itu hanya akan makin memperburuk iklim penanaman modal di Indonesia.
          Hal hal seperti ini tentu saja menjadi pertanyaan besar bagi rakyat Indonesia bagaimana bisa pemerintah lebih mementingkan kepentingan perusahaan asing dari pada Negara dan rakyatnya sendiri. Tentu saja kita menerka nerka siapa dalang atau pihak siapa dari dalam negri yang sangat diuntungkan dari kerjasama yang notabennya merugikan Negara. Pasti ada golongan golongan tertentu yang menikmati banyak keuntungan dari kerjasama ini tentu saja ini termasuk kejahatan koorporasi karena ada 2 pihak yang melakukan dan bukan hanya 1 atau 2 orang yang mendalangi ini ada beberapa orang yang menikmati hasil kerjasama yang merugikan rakyat Indonesia terlebih masyarakat papua.

          Sebaiknya pemerintah bersikap tegas dalam hal ini untuk berani menyetop kerjasama antar 2 negara yang merugikan bangsa kita. Jangan mementingkan keuntungan semata  tapi harus bisa menjaga perasaan dan kesejarteraan bangsanya sendiri. Serta seharusnya pemerintahan dapat melindungi bangsanya dari bentuk penjajahan yang dilakukan secara tidak langsung terhadap Negara kita. Beran dan tegas harusnya menjadi pedoman kita dalam menghadapi bangsa asing yang hanya ingin meraup keuntungan sepihak tanpa memandang bangsa lain. Bangsa yang baik adalah bangsa yang dapat menghargai bangsa lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar