PT. Freeport sudah berada di
Indonesia sejak tahun 1967 itu artinya sudah 47 tahun PT. Freeport mengeruk
banyak keuntungan dari Negara kita. Keberadaan Freeport sejak kontrak ke-satu
ilegal dalam transparansi dan ketetapan pajak bagi negara. Hasil Freeport baru
diketahui secara resmi dan diatur dalam Undang-undang negara Indonesia sejak
kontrak karya ke-2. Kontrak karya pertama Freeport tahun 1967 sesungguhnya
fiktif.
Apabila ditelaah Indonesia lebih
banyak mengalami kerugian dari kerjasama ini Indonesia hanya mendapat
keuntungan 2% dari kejasama tersebut. Indonesia sudah rugi sejak Freeport
masuk. Sekarang pun tetap rugi karena konstitusi Negara mendukung emas dibawa
ke Amerika dan negara Lainya di dunia. Pemerintah sibuk dengan kasus-kasus
keamanan perusahaan di Papua, sedangkan ekonomi bangsa terabaikan.
47 tahun sudah PT. Freeport bekerjasama
dengan Indonesia sudah data dipastikan banyak sekali keuntungan yang mereka
dapat. Seperti yang kita tau insonesia merupakan penghasil emas terbanyak di
dunia tidak heran apabila PT.Freeport “betah”
menggarap lahan pertambangan ditanah papua. Namun, selama 47 tahun pula secara
tidak disadari Indonesia mengalami kerugian yang amat sangat besar. Sewa lahan
sebesar 2% sangat tidak sebanding dengan apa yang PT. Freeport dapatkan dari
tanah papua tersebut.
Selain masalah pembagian
hasil dan sewa yang tidak adil PT. Freeport secara moril melanggar UU
yang merugikan banyak masyarakat Indonesia , Freeport enggan untuk patuh kepada UU yang
berlaku, yaitu UU no. 4 tahun 2009 tentang Minerba. Dari sini terlihat bahwa
kasus Freeport ini tidak hanya merugikan negara triliunan rupiah akan tetapi
juga menginjak-injak kedaulatan Republik ini dengan tidak mau patuh terhadap UU
yang berlaku. Menurut seorang pengamat Hankam, Bapak Soeripto, Konflik yang
mendasasari kasus Freeport ini adalah Kontrak Karya (KK) yang telah melecehkan
Indonesia.
Salah seorang pengamat Hankam yang sudah
senior, Bapak Soeripto, menyatakan bahwa PT Freeport telah memberikan sejumlah
dana kepada aparat keamanan TNI/POLRI dalam rangka menjaga keamanan Freeport di
atas tanah Papua. Hal ini jelas menentang UU karena menurut UU pembiayaan
aparat keamanan untuk perlidungan objek vital nasional harus bersumber dari
APBN bukan dari perusahaan asing. Akibatnya banyak putra daerah Papua yang
merasa asing di rumah mereka sendiri. Dari sini terkesan bahwa aparat keamanan
justru lebih membela kepentingan asing dari pada kepentingan bangsanya sendiri.
Padahal mereka harusnya menindak Freeport yang notabene telah merusak
lingkungan dengan membuat lubang tambang di Grasberg dengan diameter lubang 2,4
kilometer pada daerah seluas 499 ha dengan kedalaman mencapai 800 m2 .
Dampak lingkungan yang Freeport berikan sangat signifikan, yaitu rusaknya
bentang alam pegunungan Grasberg dan Ersbeg. Kerusakan lingkungan telah
mengubah bentang alam seluas 166 km2 di
daerah aliran sungai Ajkwa.
Belum lagi pada 21 Februari
2006, terjadi pengusiran terhadap penduduk setempat yang melakukan pendulangan
emas dari sisa-sisa limbah produksi Freeport di Kali Kabur Wanamon. Pengusiran
dilakukan oleh aparat gabungan kepolisian dan satpam Freeport. Akibat
pengusiran ini terjadi bentrokan dan penembakan. Penduduk sekitar yang
mengetahui kejadian itu kemudian menduduki dan menutup jalan utama Freeport di
Ridge Camp, di Mile 72-74, selama beberapa hari. Jalan itu merupakan
satu-satunya akses ke lokasi pengolahan dan penambangan Grasberg.
Negara (Pemerintah) dalam
kasus PT. Freeport yang sudah terjadi, belum ada niat baik untuk menyambut
tuntutan rakyat Papua, terutama soal Freeport. Sikap rakyat Papua meminta
penyelesaian Freeport, selalu saja di jawab dengan bedil senjata, konflik
perang suku, mobilisasi aparat militer di areal Freeport bahkan membanjirnya
dana-dana taktis Negara lebih pada pengutamaan pengamanan asset perusahaan
ketimbang Negara memberi ruang kedaulatan kepada warga Negara sendiri.
Pada 23 maret 2006 Kementerian
Lingkungan Hidup mempublikasi temuan pemantauan dan penataan kualitas
lingkungan di wilayah penambangan PT Freeport Indonesia. Hasilnya, Freeport
dinilai tak memenuhi batas air limbah dan telah mencemari air laut dan biota
laut.(tapi tak di tanggapi serius oleh pemerintah dan DPR )
Pada tanggal 17 april 2006, SBY Tak Akan
Tutup Freeport. Presiden Susilo Bambang Yudoyono berjanji akan menangani tuduhan
pencemaran lingkungan oleh PT Freeport Indonesia di Papua. Namun katanya,
pemerintah tidak mungkin melakukan penutupan perusahaan pertambangan itu
sebagaimana dituntut oleh sebagian kalangan. SBY mengatakan, jika Freeport
terbukti mencemari lingkungan, harus dilakukan tindakan hukum. Namun jika
dilakukan penutupan sepihak terhadap Freeport, maka Indonesia akan digugat
secara hukum, akan diharuskan membayar ganti rugi milyaran dolar. Ia juga
mengatakan, tindaan radikal semacam itu hanya akan makin memperburuk iklim
penanaman modal di Indonesia.
Hal
hal seperti ini tentu saja menjadi pertanyaan besar bagi rakyat Indonesia bagaimana
bisa pemerintah lebih mementingkan kepentingan perusahaan asing dari pada Negara
dan rakyatnya sendiri. Tentu saja kita menerka nerka siapa dalang atau pihak
siapa dari dalam negri yang sangat diuntungkan dari kerjasama yang notabennya
merugikan Negara. Pasti ada golongan golongan tertentu yang menikmati banyak
keuntungan dari kerjasama ini tentu saja ini termasuk kejahatan koorporasi
karena ada 2 pihak yang melakukan dan bukan hanya 1 atau 2 orang yang
mendalangi ini ada beberapa orang yang menikmati hasil kerjasama yang merugikan
rakyat Indonesia terlebih masyarakat papua.
Sebaiknya
pemerintah bersikap tegas dalam hal ini untuk berani menyetop kerjasama antar 2
negara yang merugikan bangsa kita. Jangan mementingkan keuntungan semata tapi harus bisa menjaga perasaan dan kesejarteraan
bangsanya sendiri. Serta seharusnya pemerintahan dapat melindungi bangsanya
dari bentuk penjajahan yang dilakukan secara tidak langsung terhadap Negara kita.
Beran dan tegas harusnya menjadi pedoman kita dalam menghadapi bangsa asing
yang hanya ingin meraup keuntungan sepihak tanpa memandang bangsa lain. Bangsa yang
baik adalah bangsa yang dapat menghargai bangsa lain.